Rintik
hujan menghiasi suasana siang itu. Aku yang sedari tadi duduk memandangi
jatuhnya butiran-butiran air hujan dari langit terbawa dalam lamunanku. Disana
aku menemui sosok seorang wanita yang sedang duduk sendirian disamping sebuah
makam dan memandangi sebuah batu nisan yang bertuliskan “Andika Bin Purnomo”.
Ketika ku coba bertanya, tiba-tiba dia menangis.
“Assalamu’laikum ukhti,” Sapaku.
Wanita itu tak menjawab, tapi aku
tetap menyapa dan bertanya.
“Assalamu’alaikum ukhti. Sedang apa
kau disini? Apa yang kau tangisi?” Tanyaku kemudian.
Wanita itu tetap tidak menjawab
pertanyaan yang aku lontarkan.
Seketika ku resapi sesuatu yang aku
lamunkan, tiba-tiba ada yang
mengetuk pintu kamarku, dan memanggilku. Aku pun terbangun dari alam khayalku.
“Assalamu’alaikum Shalimah,” Ibu
memanggilku.
“Wa’alaikumsalam Bu, masuk saja,
pintunya tidak dikunci.” Jawabku.
“Nak, ada seseorang yang ingin
bertemu denganmu. Katanya dia teman kampusmu.” Kata ibu.
“Siapa bu? Aku sedang tidak membuat
janji dengan siapapun.” Jawabku dengan penuh tanya.
“Sudah kamu temui dulu dia di ruang
tamu.” Suruh ibu.
“Baik bu.”
Aku pun bergegas pergi ke ruang
tamu. Sejuta pertanyaan mengiringi langkahku. Siapakah yang datang menemuiku,
aku tak sedang membuat janji dengan siapapun, dan mengapa dia datang kesini
saat hujan turun, apakah ada sesuatu hal penting yang harus dibicarakan denganku? Ah aku bingung dengan semua pertanyaan itu. Dan
ketika ku melihatnya, ternyata dia seniorku yang dahulu sempat menghukumku
disaat ospek, tapi mengapa dia datang kesini?
“Assalamu’alaikum kak,” Sapaku.
“Wa’alaikumsalam. Apakah kau masih
mengenalku? Namaku Reno.” Dia memperkenalkan dirinya.
“Na’am, kakak yang dahulu pernah
menghukumku disaat ospek.” Jawabku singkat.
Tanpa aku bertanya maksud dari kedatanganya, dia menjelaskan
secara detail apa kepentingannya denganku.
“Maksud dari kedatanganku kesini aku ingin
menyampaikan sebuah amanah yang seseorang berikan kepadaku untukmu. Temanku ingin
berta’aruf denganmu, menurutnya kamu wanita yang shalihah, dia menyukai cara
berpenampilanmu, selain cantik, kamu sopan,
kamu pintar dan dia pernah bertemu denganmu didalam mimpi setelah dia shalat
istikharah. Dia bernama Indra, dia merupakan salah satu rohis terkenal di
kampus Universitas Padjadjaran, saat ini dia sedang menyusun skripsi untuk
sidang S1-nya. Orangtuanya merupakan pemilik sebuah pondok pesantren yang ada
di Cirebon. Apakah kamu hendak menerima maksud dari temanku? Apabila kamu ingin
mengenalnya lebih jauh lagi, kamu bisa menanyakannya kepadaku.” Jelasnya.
“Subhanallah, apakah aku pernah
bertemu dengannya kak?” Tanyaku.
“Ya kamu pernah bertemu dengannya
saat ada pertemuan rohis se-kota madya. Dia salah satu trainer yang mengisi
pada acara tersebut. Apakah kau
mengingatnya?” Tanyanya.
“Emm,,, afwan, rupanya aku tidak
ingat.” Jawabku.
“Yasudah, mungkin amanah yang
diberikan oleh temanku telah aku sampaikan kepadamu, maaf kedatanganku telah
mengganggumu. Bila kau ingin menanyakan sesuatu tentang Indra kau bisa menghubungiku
atau menemuiku di kampus. Salam untuk ibumu, aku pulang dulu,
Assalamu’alaikum.” Pamitnya.
“Baik kak, syukron. Wa’alaikumsalam.” Jawabku.
Sepulangnya kak Reno dari rumah, aku memikirkan apa yang kak Reno ucapkan tadi, seseorang ingin berta’aruf denganku, namun apa
yang harus aku lakukan? Apakah aku harus menerimnya? Aku bingung.
Menjelang malam tiba aku pun berniat
untuk melakukan shalat istikharah sebelum aku tidur, agar keputusan yang aku
ambil tidak salah.
***
Waktu terus berlalu, aku dan kak
Indra pun kini mulai saling mengenal. Entah mengapa, diri ini terasa nyaman
bila ada didekatnya. Astaghfirullah, tidak semestinya aku berfikiran seperti
itu, aku dan kak Indra belum mempunyai ikatan apa-apa, dan tak sepantasnya aku
memiliki rasa seperti itu.
Pagi hari yang cerah ini aku sangat
bersemangat untuk pergi ke kampus, entah apa yang akan terjadi nanti. Seperti
biasanya aku meggunakan pakaian yang mengikuti syi’ar dan sederhana. Ya orang bilang aku tuh cuek dengan penampilan, tapi
apa yang aku lakukan hanya untuk menjaga diriku sendiri, agar para pria tak
berani menggangguku.
Sesampainya di kampus, tiba-tiba ada
seorang pria bertubuh tinggi yang
menghampiriku, dan ternyata itu kak Indra.
“Assalamu’alaikum Shalimah,” Sapa
kak Indra.
“Wa’alaikumsalam, ada apa kak kok pagi-pagi begini kakak udah ada di kampusku?”
Tanyaku.
“Begini, besok kakak akan melakukan
sidang S1 kakak, maksud kakak kemari untuk minta dukungan dari Shalimah, dan
minta do’a nya juga agar pelaksanaan sidang berjalan dengan lancar.” Jelasnya.
“Oh begitu ya kak, iya aamiin kak,
insya Allah akan Shalimah do’a kan.” Jawabku.
“Syukron Shalimah.”
***
Kini saatnya aku melakukan sidang S1
ku, perasaanku senang. Ternyata sekian lama aku
menuntut ilmu di Universitas Pasundan, kini saatnya membuktikan kepada Ibu dan
Ayah bahwa aku tak sia-sia setiap hari belajar, aku akan buktikan kepada mereka
bahwa aku dapat mencapai nilai yang terbaik.
Seketika aku menunggu, tiba-tiba salah seorang dosen keluar ruang sidang dan memanggil namaku.
“Shalimah Siti Khatimah, kini giliramu.” Panggilnya.
Dengan perasaan percaya diri aku pun
memasuki ruang sidang. Sidang berlangsung
sekitar 1 jam, dan akhirnya selesai juga. Begitu keluar ruangan, disana sudah
ada ibu dan ayah yang
menungguku. Aku pun segera memeluk mereka.
“Ayah, ibu, Alhamdulillah Shalimah bisa melewati sidang hari
ini, Shalimah merasa gelisah menunggu hasil
sidang yang akan diumumkan pekan depan.” Kataku.
“Yang shabar sayang, Shalimah
berdo’a saja pada Allah SWT semoga hasil sidang Shalimah baik, karena Shalimah
sudah berusaha semaksimal mungkin dalam mempersiapkan sidang hari ini.” Ujar
Ibu.
“Baik bu, terimakasih atas do’a ayah
dan ibu.” Aku pun semakin memeluk erat mereka.
“Iya sayang, memang sudah kewajiban
kami sebagai orangtuamu. Mari kita pulang ke rumah, rupanya kamu kelihatan
lelah setelah sidag tadi” Kata ayah.
“Ah ayah bisa saja, mari.”
Kami pun pulag ke rumah, begitu
sampai di rumah aku segera menghempaskan badanku diatas kasur seraya berdo’a
agar hasil sidang hari ini baik.
***
Waktu yang aku tunggu-tunggu pun
datang, kini saatnya aku wisuda. Tak shabar aku menunggu hasil sidangku, apakah baik atau buruk. Sepanjang
perjalanan ke tempat wisuda aku terus berdo’a dan berharap hasilku baik, karena
aku tak ingin mengecewakan Ibu dan Ayah yang sudah membiayai kuliahku.
Saatnya hasil diumumkan, ketika pembawa acara menyebutkan mahasiswa dengan lulusan
terbaik dari fakultas MIPA ternyata nama yang disebut adalah namaku, Shalimah
Siti Khatimah. Aku bersujud syukur pada Sang Khalik, dan aku segera memeluk ayah dan ibu. Aku pun bergegas naik ke panggung
dan menyampaikan sepatah dua patah kata
kepada seluruh rekanku. Dan ketika ku melirikkan mataku ke pojok kiri, disana
ada kak Indra yang sedang berdiri memperhatikanku. Astaghfirullah, perasaan ini
muncul kemali dan semakin kuat. Ya Allah, jauhkalah perasaan ini dariku.
Ketika aku turun dari panggung, kak
Indra menghampiri aku dan kedua orangtuaku, dia berkenalan dengan ibu dan ayah,
dan dia memberkikan selamat kepadaku.
“Selamat ya Shalimah, Allah telah
memberikanmu kecukupan ilmu yang wajib kamu amalkan,” Katanya.
“Syukron kak,” Jawabku singkat.
“Kak, Shalimah pulang duluan ya, rupanya hari mulai sore, ayah dan ibu pun sudah kelihatan lelah dari
tadi menemaniku disini.” Pamitku pada
kak Indra.
“Baiklah, hati-hati dijalan ya.” Pesannya.
“Assalamu’alaikum kak.”
“Wa’alaikumsalam”
***
Kini aku sudah menjadi
seorang guru matematika di SMAN 67 Bandung. Ayah dan ibu pun telah mendesakku
untuk mempunyai seorang suami, tapi aku selalu menjawab “Jodohku belum datang, maafkan
Shalimah yang belum bisa memenuhi permintaan ayah dan ibu.”
Suatu ketika, kak Indra menghubungiku, dia ingin
bertemu denganku dan kedua orangtuaku, katanya ada hal penting yang harus
dibicarakan. Aku pun bergegas menghampiri ayah dan ibuku, katanya ayah dan ibu
menerima tawaran kak Indra.
Di siang hari yang cerah pun kak Indra datang ke rumah,
tanpa aku sadari, dia datang bersama kedua orangtuanya. Aku bertanya-tanya,
mengapa seperti ini?
“Assalamu’alaikum,” Sapa kak Indra dan kedua
orangtuanya ketika memasuki rumah.
“Wa’alaikumsalam, silahkan duduk.” Jawabku.
Aku pun segera memberitahu ayah dan ibu bahwa kak
Indra sudah datang. Kami pun berkumpul diruang tengah.
“Maaf
kedatangan kami mengganggu, kami hanya ingin menyampaikan sesuatu hal
yang sepertinya harus dibicarakan.” Kata ayah kak Indra.
“Oh tidak kok, kami tidak merasa terganggu, memangnya
ada hal apa yang harus dibicarakan?” Jawab ibu.
“Begini, maksud kedatangan kami kemari untuk melamar
dek Shalimah, Indra telah berbicara banyak tentang Shalimah, katanya dia ingin
Shalimah menjadi pendamping hidupnya. Apakah Shalimah mau menerima lamaran
kami?” Tanya ibu kak Indra padaku.
“Hmm ya bila kak Indra adalah jodoh Shalimah, Shalimah
akan menerimanya. Lagi pula Shalimah cukup kenal dengan kak Indra. Tapi
keputusan Shalimah tidak luput dari keputusan orangtua Shalimah juga.” Aku pun
menjawab secara langsung, karena dulu setelah aku shalat istikharah, aku
menemukan kak Indra disana.
“Alhamdulillah, bagaimana dengan bapak dan ibu, apakah
bapak dan ibu turut menyertai keputusan Shalimah?” Tanya ayah kak Indra kepada
ayah dan ibu.
“Keputusan Shalimah adalah keputusan yang dia anggap
baik, kami menyetujui keputusannya, dan kami merestui kalian berdua.” Jelas
ayah.
“Alhamdulillah,” Ucapan itu keluar dari mulut kami masing-masing
yang sedang berkumpul.
***
Kini saatnya hari pernikahanku, aku pun merasa senang,
pria yang selama ini aku sukai tak lama lagi menjadi pasangan halal bagiku, dia
akan menjadi imam bagi kehidupanku kelak.
“Saya terima nikah dan kawinnya Shalimah Siti Khatimah
binti Suwarsono Prawiryo dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan uang
tunai sebesar Rp. 230.000,00 dibayar tunai.”
Kalimat itulah yang menandakan kehalalan bagi kami
berdua, kami pun berjanji sehidup semati untuk setia hanya kepada pasangan yang
halal, dan semoga pernikahan kami ini dapat menjadikan keluarga yang sakinah,
mawaddah dan warrahmah.
Beberapa bulan telah berlalu, kini aku pun tengah
mengandung, usia kandunganku menginjak 7bulan. Tapi diatas kesenanganku, aku
mendengar kabar duka dari rekan kerja suamiku, katanya Mas Indra kecelakaan
saat hendak pergi ke pondok pesantren, dan dia bilang bahwa nyawa mas Indra
tidak dapat terselamatkan.
Seketika aku terdiam, dan air mata pun mulai mengalir
deras membasahi pipiku. Aku tak menyangka ini akan terjadi pada suamiku, Ya
Allah, apakah ini cobaan untuk hamba? Ketika kami sedang berbahagia menanti
kedatangan seorang bayi yang telah Engkau anugerahi kepada kami, tapi Kau mengambil
nyawa suamiku. Apabila ini yang terbaik, aku akan menerimanya.
Berilah aku kekuatan dan keshabaran dalam menjalani
kesendirianku saat ini, aku harus bisa membesarkan anakku seorang diri dengan baik, karena tanpa mas Indra aku
yakin bisa, karena Engkau selalu mengiringi langkahku dalam kehidupan ini.
Aku pun terkenang akan lamunanku beberapa tahun yang
lalu ketika hujan tengah membasahi bumi ini. Apakah dahulu wanita itu tengah
menangisi suaminya yang sudah meninggal? Apakah wanita itu sama sepertiku? Astaghfirullah.
Ini merupakan salah satu cerpen buatan saya yang saya ikut sertakan dalam workshop menulis pada rangkaian acara Festival Muslimah Indonesi (FMI) , nah sedikit mau promosi , tolong bantu like + komen nya ya biar cerpen saya jadi cerpen terfavorit , masuk aja di link ini :
semoga kalian sebagai pembaca dapat mengambil hikmah yang terkandung dalam cerpen yang saya buat ini , mohon dukungannya ya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar