Selasa, 04 Desember 2012

Cobaan Datang Mendampingi Kesenangan

Rintik hujan menghiasi suasana siang itu. Aku yang sedari tadi duduk memandangi jatuhnya butiran-butiran air hujan dari langit terbawa dalam lamunanku. Disana aku menemui sosok seorang wanita yang sedang duduk sendirian disamping sebuah makam dan memandangi sebuah batu nisan yang bertuliskan “Andika Bin Purnomo”. Ketika ku coba bertanya, tiba-tiba dia menangis.
            “Assalamu’laikum ukhti,” Sapaku.
            Wanita itu tak menjawab, tapi aku tetap menyapa dan bertanya.
            “Assalamu’alaikum ukhti. Sedang apa kau disini? Apa yang kau tangisi?” Tanyaku kemudian.
            Wanita itu tetap tidak menjawab pertanyaan yang aku lontarkan.
            Seketika ku resapi sesuatu yang aku lamunkan, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku, dan memanggilku. Aku pun terbangun dari alam khayalku.
            “Assalamu’alaikum Shalimah,” Ibu memanggilku.
            “Wa’alaikumsalam Bu, masuk saja, pintunya tidak dikunci.” Jawabku.
            “Nak, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu. Katanya dia teman kampusmu.” Kata ibu.
            “Siapa bu? Aku sedang tidak membuat janji dengan siapapun.” Jawabku dengan penuh tanya.
            “Sudah kamu temui dulu dia di ruang tamu.” Suruh ibu.
            “Baik bu.”
            Aku pun bergegas pergi ke ruang tamu. Sejuta pertanyaan mengiringi langkahku. Siapakah yang datang menemuiku, aku tak sedang membuat janji dengan siapapun, dan mengapa dia datang kesini saat hujan turun, apakah ada sesuatu hal penting yang harus dibicarakan denganku? Ah aku bingung dengan semua pertanyaan itu. Dan ketika ku melihatnya, ternyata dia seniorku yang dahulu sempat menghukumku disaat ospek, tapi mengapa dia datang kesini?
            “Assalamu’alaikum kak,” Sapaku.
            “Wa’alaikumsalam. Apakah kau masih mengenalku? Namaku Reno.” Dia memperkenalkan dirinya.
            “Na’am, kakak yang dahulu pernah menghukumku disaat ospek.” Jawabku singkat.
            Tanpa aku bertanya maksud dari kedatanganya, dia menjelaskan secara detail apa kepentingannya denganku.
            Maksud dari kedatanganku kesini aku ingin menyampaikan sebuah amanah yang seseorang berikan kepadaku untukmu. Temanku ingin berta’aruf denganmu, menurutnya kamu wanita yang shalihah, dia menyukai cara berpenampilanmu, selain cantik, kamu sopan, kamu pintar dan dia pernah bertemu denganmu didalam mimpi setelah dia shalat istikharah. Dia bernama Indra, dia merupakan salah satu rohis terkenal di kampus Universitas Padjadjaran, saat ini dia sedang menyusun skripsi untuk sidang S1-nya. Orangtuanya merupakan pemilik sebuah pondok pesantren yang ada di Cirebon. Apakah kamu hendak menerima maksud dari temanku? Apabila kamu ingin mengenalnya lebih jauh lagi, kamu bisa menanyakannya kepadaku.” Jelasnya.
            “Subhanallah, apakah aku pernah bertemu dengannya kak?” Tanyaku.
            “Ya kamu pernah bertemu dengannya saat ada pertemuan rohis se-kota madya. Dia salah satu trainer yang mengisi pada acara tersebut. Apakah kau mengingatnya?” Tanyanya.
            “Emm,,, afwan, rupanya aku tidak ingat.” Jawabku.
            “Yasudah, mungkin amanah yang diberikan oleh temanku telah aku sampaikan kepadamu, maaf kedatanganku telah mengganggumu. Bila kau ingin menanyakan sesuatu tentang Indra kau bisa menghubungiku atau menemuiku di kampus. Salam untuk ibumu, aku pulang dulu, Assalamu’alaikum.” Pamitnya.
            “Baik kak, syukron. Waalaikumsalam.” Jawabku.
            Sepulangnya kak Reno dari rumah, aku memikirkan apa yang kak Reno ucapkan tadi, seseorang ingin berta’aruf denganku, namun apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus menerimnya? Aku bingung.
            Menjelang malam tiba aku pun berniat untuk melakukan shalat istikharah sebelum aku tidur, agar keputusan yang aku ambil tidak salah.
***
            Waktu terus berlalu, aku dan kak Indra pun kini mulai saling mengenal. Entah mengapa, diri ini terasa nyaman bila ada didekatnya. Astaghfirullah, tidak semestinya aku berfikiran seperti itu, aku dan kak Indra belum mempunyai ikatan apa-apa, dan tak sepantasnya aku memiliki rasa seperti itu.
            Pagi hari yang cerah ini aku sangat bersemangat untuk pergi ke kampus, entah apa yang akan terjadi nanti. Seperti biasanya aku meggunakan pakaian yang mengikuti syi’ar dan sederhana. Ya orang bilang aku tuh cuek dengan penampilan, tapi apa yang aku lakukan hanya untuk menjaga diriku sendiri, agar para pria tak berani menggangguku.
            Sesampainya di kampus, tiba-tiba ada seorang pria bertubuh tinggi yang menghampiriku, dan ternyata itu kak Indra.
            “Assalamu’alaikum Shalimah,” Sapa kak Indra.
            “Wa’alaikumsalam, ada apa kak kok pagi-pagi begini kakak udah ada di kampusku?” Tanyaku.
            “Begini, besok kakak akan melakukan sidang S1 kakak, maksud kakak kemari untuk minta dukungan dari Shalimah, dan minta do’a nya juga agar pelaksanaan sidang berjalan dengan lancar.” Jelasnya.
            “Oh begitu ya kak, iya aamiin kak, insya Allah akan Shalimah do’a kan.” Jawabku.
            “Syukron Shalimah.”
***
            Kini saatnya aku melakukan sidang S1 ku, perasaanku senang. Ternyata sekian lama aku menuntut ilmu di Universitas Pasundan, kini saatnya membuktikan kepada Ibu dan Ayah bahwa aku tak sia-sia setiap hari belajar, aku akan buktikan kepada mereka bahwa aku dapat mencapai nilai yang terbaik.
            Seketika aku menunggu, tiba-tiba salah seorang dosen keluar ruang sidang dan memanggil namaku.
            “Shalimah Siti Khatimah, kini giliramu.” Panggilnya.
            Dengan perasaan percaya diri aku pun memasuki ruang sidang. Sidang berlangsung sekitar 1 jam, dan akhirnya selesai juga. Begitu keluar ruangan, disana sudah ada ibu dan ayah yang menungguku. Aku pun segera memeluk mereka.
            “Ayah, ibu, Alhamdulillah Shalimah bisa melewati sidang hari ini, Shalimah merasa gelisah menunggu hasil sidang yang akan diumumkan pekan depan.” Kataku.
            “Yang shabar sayang, Shalimah berdo’a saja pada Allah SWT semoga hasil sidang Shalimah baik, karena Shalimah sudah berusaha semaksimal mungkin dalam mempersiapkan sidang hari ini.” Ujar Ibu.
            “Baik bu, terimakasih atas do’a ayah dan ibu.” Aku pun semakin memeluk erat mereka.
            “Iya sayang, memang sudah kewajiban kami sebagai orangtuamu. Mari kita pulang ke rumah, rupanya kamu kelihatan lelah setelah sidag tadi” Kata ayah.
            “Ah ayah bisa saja, mari.”
            Kami pun pulag ke rumah, begitu sampai di rumah aku segera menghempaskan badanku diatas kasur seraya berdo’a agar hasil sidang hari ini baik.
***
            Waktu yang aku tunggu-tunggu pun datang, kini saatnya aku wisuda. Tak shabar aku menunggu hasil sidangku, apakah baik atau buruk. Sepanjang perjalanan ke tempat wisuda aku terus berdo’a dan berharap hasilku baik, karena aku tak ingin mengecewakan Ibu dan Ayah yang sudah membiayai kuliahku.
            Saatnya hasil diumumkan, ketika pembawa acara menyebutkan mahasiswa dengan lulusan terbaik dari fakultas MIPA ternyata nama yang disebut adalah namaku, Shalimah Siti Khatimah. Aku bersujud syukur pada Sang Khalik, dan aku segera memeluk ayah dan ibu. Aku pun bergegas naik ke panggung dan menyampaikan sepatah dua patah kata kepada seluruh rekanku. Dan ketika ku melirikkan mataku ke pojok kiri, disana ada kak Indra yang sedang berdiri memperhatikanku. Astaghfirullah, perasaan ini muncul kemali dan semakin kuat. Ya Allah, jauhkalah perasaan ini dariku.
            Ketika aku turun dari panggung, kak Indra menghampiri aku dan kedua orangtuaku, dia berkenalan dengan ibu dan ayah, dan dia memberkikan selamat kepadaku.
            “Selamat ya Shalimah, Allah telah memberikanmu kecukupan ilmu yang wajib kamu amalkan,” Katanya.
            “Syukron kak, Jawabku singkat.
            “Kak, Shalimah pulang duluan ya, rupanya hari mulai sore, ayah dan ibu pun sudah kelihatan lelah dari tadi menemaniku disini.” Pamitku pada kak Indra.
            “Baiklah, hati-hati dijalan ya.” Pesannya.
            “Assalamu’alaikum kak.”
            “Wa’alaikumsalam”
***
            Kini aku sudah menjadi seorang guru matematika di SMAN 67 Bandung. Ayah dan ibu pun telah mendesakku untuk mempunyai seorang suami, tapi aku selalu menjawab “Jodohku belum datang, maafkan Shalimah yang belum bisa memenuhi permintaan ayah dan ibu.”
Suatu ketika, kak Indra menghubungiku, dia ingin bertemu denganku dan kedua orangtuaku, katanya ada hal penting yang harus dibicarakan. Aku pun bergegas menghampiri ayah dan ibuku, katanya ayah dan ibu menerima tawaran kak Indra.
Di siang hari yang cerah pun kak Indra datang ke rumah, tanpa aku sadari, dia datang bersama kedua orangtuanya. Aku bertanya-tanya, mengapa seperti ini?
“Assalamu’alaikum,” Sapa kak Indra dan kedua orangtuanya ketika memasuki rumah.
“Wa’alaikumsalam, silahkan duduk.” Jawabku.
Aku pun segera memberitahu ayah dan ibu bahwa kak Indra sudah datang. Kami pun berkumpul diruang tengah.
“Maaf  kedatangan kami mengganggu, kami hanya ingin menyampaikan sesuatu hal yang sepertinya harus dibicarakan.” Kata ayah kak Indra.
“Oh tidak kok, kami tidak merasa terganggu, memangnya ada hal apa yang harus dibicarakan?” Jawab ibu.
“Begini, maksud kedatangan kami kemari untuk melamar dek Shalimah, Indra telah berbicara banyak tentang Shalimah, katanya dia ingin Shalimah menjadi pendamping hidupnya. Apakah Shalimah mau menerima lamaran kami?” Tanya ibu kak Indra padaku.
“Hmm ya bila kak Indra adalah jodoh Shalimah, Shalimah akan menerimanya. Lagi pula Shalimah cukup kenal dengan kak Indra. Tapi keputusan Shalimah tidak luput dari keputusan orangtua Shalimah juga.” Aku pun menjawab secara langsung, karena dulu setelah aku shalat istikharah, aku menemukan kak Indra disana.
“Alhamdulillah, bagaimana dengan bapak dan ibu, apakah bapak dan ibu turut menyertai keputusan Shalimah?” Tanya ayah kak Indra kepada ayah dan ibu.
“Keputusan Shalimah adalah keputusan yang dia anggap baik, kami menyetujui keputusannya, dan kami merestui kalian berdua.” Jelas ayah.
“Alhamdulillah,” Ucapan itu keluar dari mulut kami masing-masing yang sedang berkumpul.
***
Kini saatnya hari pernikahanku, aku pun merasa senang, pria yang selama ini aku sukai tak lama lagi menjadi pasangan halal bagiku, dia akan menjadi imam bagi kehidupanku kelak.
“Saya terima nikah dan kawinnya Shalimah Siti Khatimah binti Suwarsono Prawiryo dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan uang tunai sebesar Rp. 230.000,00 dibayar tunai.”
Kalimat itulah yang menandakan kehalalan bagi kami berdua, kami pun berjanji sehidup semati untuk setia hanya kepada pasangan yang halal, dan semoga pernikahan kami ini dapat menjadikan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah.
Beberapa bulan telah berlalu, kini aku pun tengah mengandung, usia kandunganku menginjak 7bulan. Tapi diatas kesenanganku, aku mendengar kabar duka dari rekan kerja suamiku, katanya Mas Indra kecelakaan saat hendak pergi ke pondok pesantren, dan dia bilang bahwa nyawa mas Indra tidak dapat terselamatkan.
Seketika aku terdiam, dan air mata pun mulai mengalir deras membasahi pipiku. Aku tak menyangka ini akan terjadi pada suamiku, Ya Allah, apakah ini cobaan untuk hamba? Ketika kami sedang berbahagia menanti kedatangan seorang bayi yang telah Engkau anugerahi kepada kami, tapi Kau mengambil nyawa suamiku. Apabila ini yang terbaik, aku akan menerimanya.
Berilah aku kekuatan dan keshabaran dalam menjalani kesendirianku saat ini, aku harus bisa membesarkan anakku seorang  diri dengan baik, karena tanpa mas Indra aku yakin bisa, karena Engkau selalu mengiringi langkahku dalam kehidupan ini.
Aku pun terkenang akan lamunanku beberapa tahun yang lalu ketika hujan tengah membasahi bumi ini. Apakah dahulu wanita itu tengah menangisi suaminya yang sudah meninggal? Apakah wanita itu sama sepertiku? Astaghfirullah.


Ini merupakan salah satu cerpen buatan saya yang saya ikut sertakan dalam workshop menulis pada rangkaian acara Festival Muslimah Indonesi (FMI) , nah sedikit mau promosi , tolong bantu like + komen nya ya biar cerpen saya jadi cerpen terfavorit , masuk aja di link ini :
semoga kalian sebagai pembaca dapat mengambil hikmah yang terkandung dalam cerpen yang saya buat ini , mohon dukungannya ya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar